Thursday, July 8, 2010

Maluku, Timnas Belanda dan Piala Dunia



kenapa Maluku identik dengan timnas Belanda? Jika saya menguraikan panjang lebar maka kita akan memulainya dari titik sejarah penjajahan Belanda yang beratus-ratus tahun di Indonesia. Istilah “Belanda Hitam” untuk orang Maluku yang dipecayai sebagai kasta kelas dua dalam tentara KNIL (Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger) adalah sebuah ikatan sejarah masa lalu. Sejarah kelam yang membuat banyak tentara KNIL Maluku yang menetap di Belanda dan menghasilkan keturunan warga Maluku yang cukup banyak di negeri Belanda. Sejarah juga yang membuat perdebatan pendirian Republik Maluku Selatan (RMS) yang tak kunjung selesai sampai sekarang. Harus diakui, sisa-sisa RMS masih ada dan eksis di negeri Belanda. Tapi disini, saya tidak mengaitkan hal itu, karena sepakbola adalah sepakbola, saya tidak mau mencampurinya dengan urusan politik dan sebagainya.

Keterlibatan orang Maluku sebenarnya sudah ada sejak Piala Dunia pertama tahun 1938. Saat itu kesebelasan Hindia-Belanda membawa nama Kerajaan Belanda, bukan Indonesia. Hal mana perlu saya luruskan, karena ada perdebatan mengenai keabsahan Indonesia pernah mengikuti Piala Dunia. Memang, sebagian besar pemainnya adalah warga Indonesia yang bukan pemain FIFA, tetapi mereka yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda. FIFA tetap mengakui Hindia Belanda disertakan atas rekomendasi NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) bukan PSSI yang waktu itu kepanjangannya Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia.

Dari daftar pemain Hindia-Belanda di Piala Dunia 1938, terseliplah beberapa pemain Maluku seperti Hans Taihuttu, Frederik Hukom dan Tjaak Pattiwael. Ketiga pemain Maluku ini berbaur bersama pemain dari Jawa (Nawir dan Suvarte Soedermadji), Tionghoa (Tan Djien, Bing Mo Heng, Tan Se Han dan Tan Mo Heng) serta pemain asli Belanda seperti Beuzekom dan Henk Sommers. Jadi kalau anda melihat timnas Belanda multiras seperti sekarang ini, sebenarnya itu sudah terbentuk sejak awal.

Keterlibatan orang Maluku di timnas Belanda pada era modern tidak lepas dari sosok Simon Melkianus Tahamata. Selama bermain, pemain kelahiran Vught Belanda pada 1956 silam ini berposisi di sayap kiri. Simon merupakan putra asli Maluku. Dia sudah memperkuat timnas Belanda sebanyak 22 kali dan mencetak dua butir gol. Setelah gantung sepatu akhir 90-an, Simon sibuk menjadi pelatih di Ajax junior. Simon mengawali karier bersama Ajax pada musim 1976/77. Karena cedera, dia sempat absen selama dua musim dan kembali membela Klub Anak-anak Dewa itu di musim 1979/80, dan hingga akhir musim dia mampu mengemas 17 gol. Namun, setelah malang melintang di Divisi Utama Belanda, Simon kemudian hijrah ke kompetisi Belgia (Standar de Liege) musim 1982/83. 1984 dia kembali ke Belanda dan merumput bersama Feyenoord Roterdam.

Simon Melkianus Tahamata
Entah mengapa, Simon kembali ke kompetisi utama di negara tetangga Belanda itu dan membela panji-panji Beerschot dan Germinan Ekeren di Standart de Liege. Tapi seiring perjalanan waktu, merasa tak puas di kompetisi Belgia, Simon mencoba peruntungan di karpet Timur Tengah dan memilih berbaju klub Arab Saudi, Al-Ahli sebelum kembali ke negeri kelahirannya —Belanda— pada akhir 1987. Pulang dari Tanah Arab, Simon membela Feyenoord Roterdam dan mengakhiri karier di markas De Kuip pada 1996 silam. Semasa jayanya Simon ikut dipanggil membela timnas Belanda selama hampir delapan tahun, yakni dari 1979 hingga 1986. Ia pun masuk armada Belanda untuk penyisihan Piala Dunia 1982 Spanyol dan 1986 Meksiko.

Bryan Roy, eks Timnas Belanda di Piala Dunia 1994 dan 1998—-yang mengaku punya darah Maluku–menuturkan bahwa saat masih muda, dirinya pernah mendengar kalau Simon Tahamata, yang juga legenda Ajax, pernah ditolak pemerintah Indonesia di jaman Menteri Kehakiman, Ali Sadikin. Padahal, kata Roy, setelah mencermati sepak terjang dan prestasi tim nasional selama hampir 10 tahun terakhir, ide mendatangkan Simon Tahamata bukan sesuatu yang tabu. Karena Simon adalah satu-satunya pemain berdarah Maluku, yang peduli dengan pemerataan sepak bola di negara ketiga, seperti Indonesia.
Sungguh amat disayangkan!

Tidak Pernah Habis!

Jadi, kalau Indonesia masih bermimpi akan bermain di Piala Dunia, tidak dengan orang Maluku. Keikutsertaan timnas Belanda di setiap perhelatan internasional, selalu ada pemain keturunan Maluku yang disertakan. Ada sebuah kebanggaan bagi beberapa kerabat yang tinggal di Maluku, jika pemain yang masih mempunyai tali persaudaraan ikut bermain di even tertinggi seperti piala dunia. Beberapa marga Silooy yang banyak tinggal di daerah Latuhalat dan Amahusu tetap mempunyai cerita turun temurun untuk anak cucu mereka karena keikutsertaan Sony Silooy di piala dunia 1994.

Tapi tidak ada yang paling membanggakan selain marga Sapulette, dari desa Ulath, Pulau Saparua Maluku Tengah. Ya, Sapulette adalah marga asli ibu dari kapten timnas Belanda di Piala Dunia 2010 sekarang, Giovanni van Bronckhoorst. Dari semua pemain keturunan Maluku, tidak ada yang bisa mencapai prestasi tertinggi dari Gio (nama panggilan). Ban Kapten tentunya sebuah kebanggaan dan tentunya bukan asal-asalan kepercayaan itu diberikan pelatih Bart van Marwijk. Pengalaman bermain bersama Feyenoord, Celtic, Arsenal dan ikut memberi andil merebut trofi Liga Champions bersama Barcelona adalah pencapaian luar biasa.

Piala Dunia 2010 di Afsel juga mempunyai catatan tersendiri di hati orang Maluku. Selain kapten timnas Belanda adalah pemain keturunan Maluku pertama, pada pertandingan Belanda melawan Denmark, empat pemain pemain keturunan Maluku bermain bersama yaitu Giovanni van Bronckhoorst, Johny Heitingga, Demy de Zeeuw dan Nigel de Joong. Belum lagi masih ada striker Robin van Persie, meskipun ia keturunan Jawa (neneknya).

Giovanni van Bronckhoorst

Johny Heitingga

Saya berani mengatakan pemain keturunan Maluku tidak pernah habis. Mau bukti? Ini beberapa nama pemain keturunan Maluku yang siap-siap menggantikan era Giovanni dkk beberapa tahun mendatang.

Mic
hael Timisela, Sven Taberima, Christian Supusepa, Robert Timisela (Ajax Amsterdam), Mathija Marunaya, Gaston Salasiwa (AZ Alkmaar), Ignacio Tuhuteru, (FC Groningen), Marciano Kastirejo, Max Lohy, Stefano Lilipaly (FC Utrecht), Domingus Lim-Duan, Nelljoe Latumahina, Juan Hatumena, Petu Toisuta (FC Zwolle), Djilmar Lawansuka (Feyenoord Rotterdam), Raphael Tuankotta (21, Volendam Yunior), Justin Tahaparry (21, FC Eindhoven), Estefan Pattinasarani (17 tahun, AZ Alkmaar), Tobias Waisapy (18, Feyenoord Yunior).

Michael Timisela

Sven Taberima

Jadi, kalau orang Maluku identik dengan timnas Belanda, bukan sebuah keterpaksaan, bukan sekedar ngefans, tetapi sejarah dan hubungan persaudaraan yang masih terjalin sampai sekarang.

Ya sudah, semoga ini catatan untuk PSSI, kenapa takut untuk naturalisasi pemain-pemain keturunan? Lihatlah Timnas Percancis dengan pemain multiras dan etnik (Aljazair, Maroko, Senegal, Maladewa). Ataukah Timnas Jerman di Piala Dunia kali ini , yang bukan hanya berhasil meruntuhkan tembok pemisah barat dan timur, tetapi meruntuhkan juga tembok rasisme. Mereka berhasil menyatukan Cacau (Brazil), Jerome Boateng (Ghana), Samy Khedira (Turki), Lucas Podolski (Polandia) dan Mezut Oezil berbaur bersama darah-darah muda Der Panser.

Copy paste from KOMPASIANA

Wednesday, June 30, 2010

Kontroversi Sutradara "Obama Anak Menteng": Telah lahir pencuri karya tak bermalu! - oleh Tino Saroengallo

Malam nanti, Rabu 30 Juni 2010, akan diputar premier film "Obama Anak Menteng" yang sarat dengan kontroversi.

Kontroversi pertama tentu saja sosok yang diangkat yaitu sosok Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama. Film ini berkisah tentang masa kecil Obama di Jakarta.

Kontroversi kedua adalah masa produksi yang sangat pendek untuk pembuatan sebuah film cerita seakan-akan kejar tayang dengan rencana kunjungan Obama yang sarat akan pembatalan itu. Bahwa film ini bisa selesai cepat... produksi dimulai pada tanggal 16 Mei 2010... mungkin hanya karena diproduksi oleh rumah produksi yang sudah khatam untuk urusan kejar tayang, Multivision Pictures. Selain itu pastinya tangan dingin sutradara yang pastinya juga sudah paham betul cara memproduksi karya yang kejar tayang.

Nah, di sini lahir kontroversi ketiga: Sutradara!

Siapa sebenarnya yang menjadi Sutradara film "Obama Anak Menteng" ini?

Menurut pemberitaan awal ketika produksi baru dimulai, tersebutlah nama Damien Dematra. Nama yang di kancah perfilman nasional tidak dikenal sama sekali. Kalaupun nama ini tiba-tiba ada, itu semata-mata karena novel berjudul "Obama Anak Menteng" yang beredar atas namanya. Novel yang pastinya ditulis bergegas memanfaatkan saat naiknya Barack Obama sebagai presiden AS, saat yang tepat untuk mendongkrak nama. Dari tiada menjadi ada.

Dengan gencar Damien memberikan wawancara kepada wartawan, tidak hanya wartawan hiburan nasional tapi juga ke wartawan internasional sehingga namanya tiba-tiba muncul sebagai Sutradara film "Obama Anak Menteng" di peliputan media nasional dan internasional.

Di kalangan perfilman nasional, yang sangat sempit dunianya sehingga biasanya saling tahu siapa sedang mengerjakan apa, sosok yang diketahui sedang bekerja keras menyutradarai film tersebut pada saat Damien Dematra sibuk mencanangkan diri adalah John de Rantau. Nama ini tidak hanya dikenal sebagai Sutradara yang telah banyak menghasilkan film televisi dan sinetron, tapi juga film cerita seperti "Mencari Madonna", "Denias: Senandung Di Atas Awan" (2006) dan "Generasi Biru" (2009 bersama-sama dengan Garin Nugroho).

Sejak minggu lalu, mulailah terjadi upaya pelurusan kebenaran dari pembohongan publik yang sudah sengaja dilakukan oleh Damien Dematra. Upaya ini gencar dilakukan oleh rekan-rekan dari dunia film hanya didasarkan pada kenyataan John de Rantau jelas diketahui sebagai orang yang menyutradarai film tersebut. Ada ketidak-relaan mendengar karya seorang rekan yang seenaknya di-claim oleh orang yang sama sekali tidak dikenal di kalangan perfilman.

Sejalan dengan upaya tersebut, mulai dari bertanya sampai mencaci-maki, ada satu kejanggalan yang membayangi aneka upaya itu. Yaitu, meskipun sudah jelas sejak pertengahan Mei 2010, saat film masih dalam tahap syuting, Damien Dematra mencanangkan diri ke pers bahwa dialah Sutradara film tersebut, namun tidak ada pembantahan atau pelurusan berita dari pihak produser maupun John de Rantau.

Ada apa sebenarnya?

Dari laporan pandangan mata yang penulis peroleh, sosok Damien Dematra tidak muncul dalam acara Konferensi Pers dan Press Screening yang diadakan pada Selasa, 29 Juni 2010. Sebaliknya, John de Rantau dengan tegas menyatakan kepada pers bahwa dia adalah satu-satunya Sutradara yang bekerja dalam pembuatan film ini.

Dari obrolan langsung dengan John de Rantau, penulis juga mendapatkan penjelasan bahwa bahkan skenario film "Obama Anak Menteng" dibuat berdasarkan data dari berbagai sumber, termasuk menemui nara sumber yang masih hidup. Novel "Obama Anak Menteng" karya Damien Dematra memang menjadi salah satu sumber, tapi tidak sepenuhnya alur cerita film diambil dari isi novel tersebut.

Nah, semakin bingung kan.

Berangkat dari pengalaman penulis di dunia film, adalah wajar bila sebuah judul film diambil dari judul sebuah novel. Biasanya, di akreditasi dicantumkan bahwa cerita film tersebut diangkat dari novel tersebut.

Film "Eat Pray Love" (Ryan Murphy, 2010) adalah contoh yang paling baru.

Film yang akan beredar akhir Agustus tahun ini tidak hanya mengambil judul dari novel karya Elizabeth Gilbert, tapi KESELURUHAN cerita mengikuti alur cerita di dalam novel tersebut namun akreditasi penulisan skenario tetap diberikan kepada penulis skenarionya yaitu Ryan Murphy dan Jennifer Salt. Sutradara pun hanya dicantumkan nama Ryan Murphy yang memang menyutradarai film tersebut.

Terkait dengan film "Obama Anak Menteng" artinya, mengikuti pola yang lazim dalam pembuatan film, bila penulisan skenario dan penyutradaraan dilakukan oleh orang lain, secara profesional nama Damien Dematra hanya bisa tampil sebagai nama penulis novel... misalnya "Diangkat dari novel "Obama Anak Menteng" karya Damien Dematra.

Nama Damien Dematra masih bisa tampil sebagai salah seorang di jajaran Eksekutif Produser atau Associate Producer. Sebutan Associate Producer memang seringkali diberikan kepada seseorang sebagai penghormatan atas sumbangsihnya terhadap pembuatan film tersebut. Apapun bentuk sumbangsihnya.

Pencantuman nama ini melulu tergantung dari negosiasi antara pemilik novel dengan rumah produksi yang mengangkat novel tersebut ke layar lebar.

Tapi, nama penulis novel tersebut tidak bisa muncul di jajaran Produser, Produser Pelaksana atau Produser Lini karena hanya mereka yang terlibat langsung dalam pekerjaan selama produksi lah yang bisa dicantumkan di jajaran ini.

Bila ia, dalam hal ini Damien Dematra, ternyata memang akhirnya ditampilkan dalam film tersebut sebagai sutradara maka itu semata-mata hanya bisa terjadi karena dia pada dasarnya TOLOL dan tidak mengerti aturan main yang berlaku baku di dunia perfilman.

KeTOLOLan itulah yang membuat dia memaksakan diri untuk mencantumkan nama. Kalau memang namanya muncul sebagai sutradara bersama-sama dengan John de Rantau maka dia pada dasarnya hanyalah seorang PERAMPOK karya yang berhasil (entah dengan cara apa) MENODONG rumah produksi film tersebut untuk mencantumkan namanya.

Mungkin ia mengira bahwa dengan demikian dia bisa memasukkannya sebagai daftar karya. Kalau nantinya dia memang mencantumkannya dalam bio data hasil karyanya maka dia memang manusia TIDAK BERMALU yang seharusnya masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat RI atau anggota partai era Reformasi.

Jujur saja saya jadi bingung sendiri. Kalau saya menyebutnya sebagai cayote, anjing pemakan bangkai, sebutan itu tidak cocok karena saya tidak mau dituding mengatakan John de Rantau sudah menjadi bangkai. Bila dilihat dari aneka kategori anjing, yang paling tepat mungkin adalah sebutan "anjing buduk"... yaitu anjing liar yang sering kita lihat mengais makanan di tempat sampah.

Yang pasti, Damien Dematra tidak pantas disebut-sebut sebagai orang film. Mudah-mudahan namanya tidak dicantumkan oleh tim pembuat ensiklopedia film nasional. Kalaupun dimuat, harus ada catatan khusus tentang skandal pencantuman namanya itu dalam film "Obama Anak Menteng."

Tepat sekali, ini adalah skandal aib di dunia perfilman.

Selain oleh Damien Dematra, skandal ini juga harus dipertanggungjawabkan oleh rumah produksi pembuat film "Obama Anak Menteng" kepada semua organisasi perfilman nasional karena membiarkan pencantuman nama sutradara secara sembarangan.

Sebagai rumah produksi senior sudah seharusnya lah MVP ikut menjaga kehormatan profesi Sutradara.

Catatan:
Mengingat tim pembuat ensiklopedia film nasional kalau tidak salah anti membaca facebook, minta tolong kepada yang kenal untuk memberikan copy tulisan ini kepada mereka... kalau dianggap perlu. Terima kasih.


Friday, March 13, 2009

'NDANG IN MEMORIAM

AKHIRNYA DIA PERGI JUGA
Mas Barkah tertunduk pilu didepan jenazah 'Ndang yang terbungkus kain kafan.
Disampingnya ada banyak orang yang juga tertunduk pilu.
Alumni dan mahasiswa Institut Kesenian Ombak Duren merasa kehilangan.
Mengapa mereka harus merasa kehilangan ditinggal pergi si "Ndang ?
Padahal, 'Ndang bukan siapa-siapa.
Dia hanya orang yang dapat kita jumpai setiap saat di Taman Ombak Duren.
"Ketika saya masuk Institut Kesenian Ombak Duren, 'Ndang adalah terror .." kata mas Barkah pelan. 
Apa yang dikatakan mas Barkah adalah peristiwa yang terjadi 32 tahun lalu.
Saat itu 'Ndang masih remaja tapi wajahnya ya seperti sekarang.
Dia sangat ganas, melempar dengan batu, memukul atau meludahi muka pada orang yang mengejeknya.
Sesekali dia dipukuli mahasiswa saking nakalnya.
Semua pukulan tidak berarti baginya.
Suatu saat pernah ditabrak mobil.
Sungguh ajaib, bagaian depan mobil ringsek tapi 'Ndang sehat wal'afiat.
Sejalan dengan bergulirnya waktu, 'Ndang makin arif dan banyak menolong.
"Kita tidak ada yang tahu berapa umumrnya ketika itu ..."kata mas Atmo yang mengenal 'Ndang 34 tahun lalu.
"Mungkin saat itu itu umurnya masih belasan tahun ,,. "komentar German Nan Biasa yang mengenalnya 28 tahun lalu.
Setiap generasi mahasiwa IKOD dari tahun ke tahun  pasti mengenal 'Ndang.
"Ndang pun mengenal setiap orang yang berada dilingkungan Taman Ombak Duren.
'Ndang bukan siapa-siapa, dia buta huruf tapi tidak gila.
Tapi ada juga yang menganggapnya gila.
Dia akan marah sekali jika dibilang gila.
Dia akan melempar batu dan meludahi muka orang yang mengatakan dirinya gila.
Tapi, dia akan tersipu-sipu malu jika kita tanyakan siapa pacarnya.
Dia akan marah sekali jika melihat orang yang dikenalnya berjalan dengan pasangan lain.
Dia tidak suka pada perselingkuhan.
"Wajahnya memang the Beast, tapi saya yakin hatinya bersih ...!" kata mas Barkah.
"Dia orang jujur ..." celetuk mas Atmo.
"Jaman sekarang, sulit untuk menjadi orang jujur .."komentar German.
"Orang jujur di Indonesia tinggal satu, namanya Jujur Prananto ..." mas Barkah mengingatkan.
"Sepanjang hidupnya Jujur Prananto menanggung beban berat .." mas Atmo menimpali.
"Dia harus Jujur sepanjang hidupnya .." tiba-tiba 'Ndang turut bicara'
"Lho .... kok loe bisa ngomong ...!" semua pelayat serentak bertanya. .
"Emang orang mati enggak boleh ngomong ..." kata 'Ndang sambil bangkit berdiri.
Pocong .... pocooong .... pocoooooong ... the Real Pocong !
Semua pelayat semburat berlarian.
 
Sersan Mustika Biru
The House of Blue Light
(copy paste dari postingan mas Dudung)